Rabu, 05 Maret 2008

long road to KKN (2)

Ngawi, 17:10
tanah air ku tidak kulupakan
kan terkenang sepanjang hidupku
biarpun saya pergi jauh
tak akan hilang dari kalbu
tanah ku yang kucintai
engkau kuhargai

Aku melihat keluar jendela. Sebuah padang luas terbentang sejauh mata memandang. Warna hijau yang menyejukan pandangan tersebar di segala arah. Diselingi beberapa pohon besar yang berdisi sendiri. Tidak jauh dart padang itu, deretan pohon jati membentuk sebuah hutan. Suatu kekayaan alam yang luar biasa. Kekayaan alam anugerah yang maha pencipta di bumi nusantara. Bumi yang katanya disebut-sebut sebagai zamrud khatulistiwa karena deratan hutan tropisnya. Kontras dengan fakta yang dicatat Guiness Book Of The World Record bahwa indonesia adalah negara dengan laju deforestisasi alias penggundulan hutan tertinggi di dunia. Dalam sepuluh menit, hutan seluas dua kali lapangan sepak bola, musnah.

Miris sekali ketika berita itu muncul di media sejak kuartal kedua tahun lalu. Di saat dunia sedang menjerit dan berteriak karena adanya pemanasan global, para pembalak hutan di indonesia dengan tenang membabat hutan demi kantongnya sendiri. Yah, tambah kantong ”saudara-saudara”nya lah. Bagi-bagi dosa.

Seperti juga kila saksikan kondisi nelayan di bangsa ini. Sejak mengenakan baju putih celana merah, kita sudah dijejali sebuah pernyataan ampuh,”INDONESIA ADALAH NEGARA MARITIM. INDONESIA ADALAH NEGARA KELUPAUAN TERBESAR DI DUNIA. PULAU-PULAUNYA MEMBENTANG LEBIH DARI 5000 KM DARI TIMUR KE BARAT BERJAJAR LEBIH DARI 17RIBU PULAU.”. Akan tetapi jika kita lihat kondisinya, sangat bertolak belakang. Nelayan adalah salah satu profesi penduduk paling miskin di negeri maritim nan kaya ini. Permukiman nelayan di sudut pulau manapun di indonesia adalah permukiman paling menyedihkan, selain mengenaskan tentunya.

Tidak ada komentar: